Tersebutlah seorang ayah yang mempunyai anak. Ayah ini sangat
menyayangi anaknya. Di suatu weekend, si ayah mengajak anaknya untuk
pergi ke pasar malam. Mereka pulang sangat larut. Di tengah jalan, si
anak melepas seat beltnya karena merasa tidak nyaman. Si ayah sudah
menyuruhnya memasang kembali, namun si anak tidak menurut.
Benar saja, di sebuah tikungan, sebuah mobil lain melaju kencang tak
terkendali. Ternyata pengemudinya mabuk. Tabrakan tak terhindarkan. Si
ayah selamat, namun si anak terpental keluar. Kepalanya membentur aspal,
dan menderita gegar otak yang cukup parah. Setelah berapa lama mendekam
di rumah sakit, akhirnya si anak siuman. Namun ia tidak dapat melihat
dan mendengar apapun. Buta tuli. Si ayah dengan sedih, hanya bisa
memeluk erat anaknya, karena ia tahu hanya sentuhan dan pelukan yang
bisa anaknya rasakan.
Begitulah kehidupan sang ayah dan anaknya yang buta-tuli ini. Dia
senantiasa menjaga anaknya. Suatu saat si anak kepanasan dan minta es,
si ayah diam saja. Sebab ia melihat anaknya sedang demam, dan es akan
memperparah demam anaknya. Di suatu musim dingin, si anak memaksa
berjalan ke tempat yang hangat, namun si ayah menarik keras sampai
melukai tangan si anak, karena ternyata tempat ‘hangat’ tersebut tidak
jauh dari sebuah gedung yang terbakar hebat. Suatu kali anaknya kesal
karena ayahnya membuang liontin kesukaannya. Si anak sangat marah, namun
sang ayah hanya bisa menghela nafas. Komunikasinya terbatas. Ingin
rasanya ia menjelaskan bahwa liontin yang tajam itu sudah berkarat.,
namun apa daya si anak tidak dapat mendengar, hanya dapat merasakan. Ia
hanya bisa berharap anaknya sepenuhnya percaya kalau papanya hanya
melakukan yang terbaik untuk anaknya.
Saat-saat paling bahagia si ayah adalah saat dia mendengar anaknya
mengutarakan perasaannya, isi hatinya. Saat anaknya mendiamkan dia, dia
merasa tersiksa, namun ia senantiasa berada disamping anaknya, setia
menjaganya. Dia hanya bisa berdoa dan berharap, kalau suatu saat Tuhan
boleh memberi mujizat. Setiap hari jam 4 pagi, dia bangun untuk
mendoakan kesembuhan anaknya. Setiap hari.
Beberapa tahun berlalu. Di suatu pagi yang cerah, sayup-sayup bunyi
kicauan burung membangunkan si anak. Ternyata pendengarannya pulih! Anak
itu berteriak kegirangan, sampai mengejutkan si ayah yg tertidur di
sampingnya. Kemudian disusul oleh pengelihatannya. Ternyata Tuhan telah
mengabulkan doa sang ayah. Melihat rambut ayahnya yang telah memutih dan
tangan sang ayah yg telah mengeras penuh luka, si anak memeluk erat
sang ayah, sambil berkata. “Ayah, terima kasih ya, selama ini engkau
telah setia menjagaku.”
No comments:
Post a Comment